Translate

Senin, 13 Oktober 2014

MENGENAL RITUS TRIDENTINA BAGIAN 1


MENGENAL RITUS TRIDENTINA

(BAGIAN I)

LATAR BELAKANG

            Ritus Tridentina adalah salah satu ritus dalam tradisi gereja Katolik Roma. Nama Tridentina diambil langsung dari nama Konsili tahun 1545-63 yang memuat ajaran tentang Misa Kudus, yaitu Konsili Trente.

            Sudah sejak lama, gereja Universal berusaha untuk mendefinitifkan bentuk Misa selama berabad-abad. Namun inti dari Misa adalah menghadirkan kembali kenangan Salib akan penebusan umat manusia, melalui ketaatan Yesus sang Anak Domba Paskah kepada Bapa-Nya. Konsili Trente secara khusus membicarakan semacam “Apologetik” tentang kurban Misa. Gereja mengambil sikap yang cukup hati-hati dalam mengambil keputusan dan mendefinitifkan ajaran tentang Misa itu sendiri.

            Sejak reformasi yang dilakukan oleh Martin Luther tahun 1556, oleh Yohanes Calvin, dan yang lebih awal, dari kerajaan Inggris, Raja Henry VIII Tudor. Mengakibatkan berubahnya ajaran tentang Misa sebagai kenangan akan kurban salib Kristus. Para reformis menganggap, kurban yang menghadirkan kembali Salib Kristus, adalah suatu penghinaan kepada Kristus Sang Tersalib. Mengapa? Karena para reformis dengan pemahaman baru mereka, mengatakan bahwa misa seharusnya hanya boleh sebagai lambang, bukan sebagai sarana hadirnya Yesus. Mereka menganggap bahwa kalangan Klerikal telah mengalihkan inti misa, dari Kristus yang tersalib kepada kurban salib. Kristus hanya mati sekali untuk selamanya, sehingga Ia tidak perlu untuk kembali mengurbankan Diri lagi di atas meja Altar.

            Tuduhan kaum reformis, bahwa misa telah melecehkan misteri kurban sekali selamanya itu. Namun dalam konsili inilah, ajaran tentang kurban Misa ditegaskan. Bahwa Misa bukan untuk menggantikan kurban Kristus yang sekali untuk selama-lamanya, tetapi sebagai tanda persekutuan dengan Yesus dalam Tubuh dan Darah-Nya. Perbedaan pemahaman ini berlanjut, hingga akhirnya konsili Trente dengan tegas menyatakan bahwa Misa harus dirayakan dalam bahasa Latin. Terjemahan dalam bentuk apapun adalah pelanggaran yang berat. Alasannya adalah untuk meminimalisir segala bentuk penyimpangan, bagi gereja, penyimpangan dalam Liturgi tidak dapat ditolerir dalam bentuk apa pun.

            Maka menurut norma umum dari ritus Tridentina adalah penggunakan bahasa Latin dalam perayaannya. Keadaan ini terus berlanjut hingga pra-Konsili Vatikan II tahun 1962. Paus Yohanes XXIII memberikan keringanan untuk menggunakan bahasa pribumi dalam misa, dengan tetap memperhatikan norma-norma yang ada.

            Misa dirayakan dengan cara yang khas, dimana Imam selebran merayakan misa menghadap tabernakel, atau ad orientem dimana altar dibangun melekat dengan dinding, dan menghadap ke arah timur.

            Letak altar dan panti umat cukup jauh, dan ada semacam pagar yang membatasi tempat umat dan imam berada, biasa disebut altar reil. Liturgi dilaksanakan dengan cara yang ketat. Dimana imam harus memperhatikan segala aspek yang ada. Mulai dari pakaian, dekorasi altar, cara berjalan, cara mengatupkan tangan, cara membuka tangan, cara berlutut, semuanya diperhatikan dengan saksama.

            Misa Tridentina tidak seperti misa Paulus VI (atau Novus Ordo). Apa yang membedakannya? Selain dari bentuk altar dan beberapa ritus, misa Tridentina dibagi menjadi dua bagian, yaitu Misa Katekumenat, mulai dari perarakan masuk hingga Homili (syahadat), dan Misa Orang Beriman, Mulai dari antifon persembahan (offertorium) hingga bacaan Injil terakhir.

            Apa yang dimaksud dengan misa Katekumenat? Bagian ini adalah bagian awal (intiationem) atau pengenalan. Bagian puncak adalah Homili yang bagi para katekumen, adalah suatu pelajaran agama. Setelah homili, para katekumen dibubarkan. (walau dalam ritus latin pemburan ini tidak secara explisit terlihat dibandingkan dengan ritus timur, bdk. Liturgi Ilahi St. Yohanes Krisostomus, litani katekumen dan pada bagian departed).

            Misa Orang Beriman, merupakan bagian yang hanya diikuti oleh mereka yang sudah dibaptis, dan telah menerima komuni pertama. Lebih utama dalam keadaan rahmat atau bebas dari dosa berat.

            Pada bagian pertama ini, kita akan mengenal lebih dekat bagian-bagian dalam ritus Tridentina mulai dari ritus awal (aspersionem).

            ASPERSIONEM

            Pada misa hari Minggu dan hari raya, biasanya imam akan memerciki umat dengan air suci, pada masa diluar Paskah digunakan antifon Asperges me, dan dalam masa Paskah Vidi Aquam.

V : Aspérges me.

R: Dómine, hyssópo, et mundábor: lavábis me, et super nivem dealbábor. Miserére mei, Deus, secúndum magnam misericórdiam tuam. Gloria Patri, et Filio, et Spiritui Sancto. Sicut erat in principio et nunc et semper et in saecula saeculorum. Amen.

V : Vidi aquam.

R : Egrediéntem de templo, a látere dextro, allelúia: et omnes ad quos pervénit aqua ista salvi facti sunt et dicent: allelúia, allelúia. Ps. 117 (118), 1. Confitémini Dómino, quóniam bonus: quó-niam in sǽculum misericórdia eius. Glória Patri, et Fílio, et Spirítui Sancto. Sicut erat in princípio, et nunc, et semper, et in sæcula sæculórum. Amen.

            Setelah imam memerciki altar, pelayan altar dan umat dengan air suci, imam kembali ke tengah kaki altar dan berdoa:

V : Osténde nobis, Dómine, misericórdiam tuam. (T.P. Allelúja.) 

R : Et salutáre tuum da nobis. (T.P. Allelúja.) 

V : Dómine, exáudi orationem meam. 

R : Et clamor meus ad te véniat. 

V : Dóminus vobíscum. 

R : Et cum spíritu tuo. 

V : Orémus.  

Exáudi nos, Dómine sancte, Pater omnípotens, ætérne Deus: et mittere dignéris sanctum Angelum tuum de cœlis; qui custódiat, fóveat, prótegat, vísitet atque deféndat omnes habitántes in hoc habitáculo. Per Christum, Dóminum nostrum. 

R : Amen.

            Biasanya jika misa dimulai dengan ritus pemercikan, imam mengenakan cope atau pluviale. Jika demikian maka imam kemudian pergi ke tempat dimana terletak kasula dan manipel, disana ia akan mengenakan manipel di tangan kiri dan juga kasula.